Upaya Bersama mencegah skabies
Skabies merupakan infeksi kulit yang menular melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita. Pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat pertama negara dengan beban skabies terbesar dari 195 negara lainnya di dunia. Prevalensi skabies di populasi umum cukup tinggi yaitu sekitar 3,6% dan sangat meningkat pada populasi yang berkontak erat seperti di pondok pesantren yang mencapai hingga lebih dari 70%.
Rantai penularan skabies ini tidak dapat diputus hanya melalui pengobatan terhadap satu individu pada satu waktu saja. Walaupun telah diobati, penyakit ini dapat kembali menyerang individu misalnya saat berkontak ulang dengan penderita lain seperti saat pulang ke rumah maupun saat kembali ke sekolah asrama setelah libur semester. Untuk itu, sangat diperlukan penanganan skabies yang lebih komprehensif dengan melibatkan berbagai pihak untuk memutuskan rantai penularan penyakit ini dan meluruskan pemahaman pengelola pesantren tentang pentingnya terhindar dari penyakit ini.
Program deteksi dini skabies oleh tenaga non-medis (DDSTNM) diharapkan dapat mengikutsertakan peran tenaga non-medis terutama yang terdekat yaitu guru dan ustad/ustadzah sebagai calon kader kulit sehat di pesantren untuk berperan aktif menemukan kasus skabies sehingga kemudian dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat primer misalnya puskesmas. Tujuan utama dari program ini adalah untuk menciptakan pesantren bebas skabies.
Tim bebas skabies FKUI telah memilih 4 pesantren dan 3 puskesmas di kota Bogor sebagai percontohan program ini. Lokakarya terkait skabies telah diadakan sebagai sarana untuk menyetarakan kompetensi seluruh dokter di kota Bogor. Setelah itu, pelatihan mengenai skabies dan sosialisasi alur rujukan terhadap dokter dan perangkat puskesmas juga telah dilakukan pada puskesmas terpilih di Kota Bogor. Dilanjutkan dengan pelatihan calon kader kulit sehat mengenai alat deteksi dini “Deskab” yang telah memiliki Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) serta pelatihan cara komunikasi antar kader dengan santri maupun orangtua santri. Pelatihan ini akan menghasilkan kader yang tersertifikasi. Sebagai penerapannya, kader akan langsung melakukan pemeriksaan pada para santri yang kemudian akan dikonfirmasi dan diobati oleh dokter. Kedepannya saat kader mendeteksi santri yang mengalami skabies, kader dapat merujuk ke puskesmas terdekat sesuai alur rujukan yang akan dibentuk.
Untuk mempermudah penerapan dari program ini, telah dibuat pula aplikasi online yang dapat diakses oleh para kader kapanpun dan dimanapun melalui beragam alat komunikasi elektronik. DDSTNM ini juga direncanakan untuk masuk ke dalam kurikulum lokal pesantren sebagai upaya kesinambungan program dan terciptanya pesantren bebas skabies.
Gambar 1. Lokakarya Skabies-Deskab serta Sosialisasi-Diskusi Alur Rujukan Deteksi Dini Skabies dengan Dokter Puskesmas di Dinas Kesehatan Kota Bogor
Gambar 2. Koordinasi dengan Kantor Kementrian Keagamaan, Dinas Kesehatan Kota Bogor dan Pesantren Binaan
Gambar 3. Prof Dr.dr. Kusmarinah Bramono SpDV(K) memberikan penjelasan mengenai skabies kepada kader Kesehatan pesantren di Puskesmas Katulampa Bogor
Gambar 4. Dr.dr. Sandra Widaty SpDV(K) memberikan penjelasan mengenai skabies kepada kader Kesehatan pesantren di Puskesmas Katulampa Bogor
Gambar 5. Pelatihan Deskab kolaborasi FKUI dengan Lazismu Muhammadiyah di Baranangsiang Bogor